Ceritasek5.blogspot.com | Aku mempercepat gerakanku mengimbanginya dan makin cepat lagi sampai akhirnya..
“Bu.. Aku.. Mau keluar nih.. Ouw..!!”
Memang
kurasakan jepitan vaginanya semakin keras dan kuat sampai sampai
penisku terasa ngilu, Bu Mina terus mempercepat gerakannya dan aku mulai
merasakan sesuatu akan terjadi pada tubuhku..
“Aku.. Bu.. Aku,” aku memberontak.
“Ouhh To.. Aku juga..”.
Kami
tahu kalau sebentar lagi akan mencapai puncak. Beberapa detik kemudian
cairan kental menyemprot beberapa kali keluar dari kemaluanku. Bu Mina
pun menekankan pantat sekerasnya ke arahku sehingga tulang pubisnya
menekan biji penisku sampai sakit. Kurasakan semprotannya sangat kuat
dan banyak sampai sebagian keluar dari vaginanya.
Setelah
membersihkan diri, kami saling berpelukan dan aku masih menikmati sisa
sisa kenikmatan tadi dalam keadaan telanjang bulat, hanya ditutup dengan
selimut. Napasku mulai normal dan keringatku sudah mengering. Kepala Bu
Mina masih berada di dadaku, matanya masih terpejam. Aku merenung
sejenak, membayangkan apa yang baru saja terjadi.
Kupeluk dia dan kucium belakang telinganya dengan lembut. Ia menggerinjal. Kuremas dadanya dengan lembut.
“Sudahlah To, aku mau istirahat dulu sebentar. Kecuali kalau kau..”
Tanpa menunggu lagi segera kulumat bibir indahnya.
“Hmm.. Kudaku rupanya mengajak berpacu lagi..”.
Kami
berciuman lagi, semakin lama kembali semakin liar seiring dengan nafsu
kami yang mulai bangkit lagi. Tanpa terasa selimut yang tadinya menutup
tubuh kami sudah tersingkap jatuh ke lantai dan tubuh kami berdua
kembali tidak tertutup apa-apa lagi.
Bibir kami saling berpagut,
hangat. Kulumat bibir Bu Mina itu dengan penuh nafsu. Sekali-sekali
kugigit bibirnya dan kumainkan lidahku di atas langit-langit mulutnya.
Nafsu sudah menguasai kami berdua.
Kami semakin tenggelam dalam
birahi. Kini leher jenjang Bu Mina menjadi sasaran berikutnya. Kuciumi
dan kujilati sepuasnya. Hampir saja kugigit lehernya itu, kalau tidak
diingatkan oleh Bu Mina.
“Jangan To.. Nanti kelihatan orang”, bisiknya.
Kupandangi
tubuh indah itu sesaat. Lidahku tahu-tahu sudah memainkan puting
payudara yang berwarna coklat muda dan keras itu. Pelan-pelan kaki
kanannya ku angkat dan kuletakkan di atas perutku.
Dalam posisi
telentang berdampingan jari kiriku memainkan bulu-bulu halus di sekitar
vaginanya, kemudian merambat menggesek-gesek lipatan pahanya.
Pinggangnya terangkat dan bergerak-gerak tidak beraturan. Kudengar Bu
Mina melenguh-lenguh tanda terangsang.
“Ahh.. Ouuhgh.. Sedaap.. Sshh.. Nikkmaatt.. Terusskan..”.
Kakinya
kuturunkan dan dengan penuh nafsu serangan kuteruskan. Lidahku sudah
berada di lipatan pahanya, menggantikan jariku tadi. Kudekatkan hidungku
ke sela pahanya. Sekilas tercium bau segar yang khas.
Akhirnya
kuserang bibir vaginanya yang sudah mulai basah. Kujilat-jilat sambil
sesekali menjepit bagian dalam bibir vaginanya itu dengan kedua bibirku.
Dengan sentuhan ringan tanganku sesekali memainkan daging kecil sebesar
biji kacang tanah. Rupanya seranganku membuahkan hasil. Bu Mina
bergetar keras dan mulai meracau.
“Hmm.. Sshh.. Ngghh.. Akhh. Aku juga mau To, berputar.. Berputar”.
Tangannya
kemudian memegang kepalaku, meraih pinggang dan menangkap kakiku dan
memutarnya ke arah mukanya. Kuikuti saja kemauannya.
Kami
berbaring berlawanan arah. Aku tengkurap diatas tubuhnya. Selangkanganku
berada di atas mulutnya dan sebaliknya sambil kami terus melakukan
stimulasi di sekitar paha. Ia langsung melahap penisku sampai habis.
Diisap-isap, dikocok-kocok dan dijilati sampai puas. Gantian aku yang
menggelinjang hebat.
“Mmhh.. Srup.. Srup..”.
Penisku
dihisap-hisap dan dijilati sampai badanku merinding semua. Ia memberi
isyarat agar berubah posisi. Kami berguling ke samping dan kini masih
tetap dalam posisi kepalaku pada selangkangannya dan sebaliknya, aku
sekarang yang berada di bawah.
Rupanya dengan posisi demikian ia
lebih mudah menikmati penisku. Akupun demikian, lebih leluasa untuk
menjelajahi selangkangannya. Kami saling merintih dan melenguh
memberikan respon terhadap rangsangan yang diterima. Bu Mina
menggelinjang penuh kenikmatan ketika kujilat dan kugigit klitorisnya.
Tetapi sebaliknya Bu Minapun semakin gencar menyerang penisku dengan tak
kalah hebatnya.
Kami tetap dalam posisi ini sampai beberapa menit.
Tiba-tiba
ia menghentikan serangannya dan duduk di tepi ranjang. Ditariknya
tanganku. Kupeluk dari samping dan kemudian ditariknya badanku sehingga
kami jatuh ke karpet di lantai dekat ranjangku. Dipeluknya tubuhku
dengan eratnya dan dengan gencar menciumiku, sampai aku kesulitan
mengambil napas. Suara dari ciuman mulut kami semakin keras.
Sejenak
kemudian ia menghentikan gerakannya. Aku mencoba bangkit dan berusaha
mengangkatnya kembali ke ranjang. Tapi dia menggigit daun telingaku dan
berkata lirih..
“Jangan To.. Tidak usah. Kita coba variasi lain.. Di bawah.. Di karpet saja”.
Aku
tidak jadi mengangkatnya dan kembali kurebahkan di atas karpet yang
lembut dan empuk. Kutindih tubuhnya dan ia mengangkangkan kedua kakinya
lebar-lebar. Kucoba untuk menerobos lubang guanya, meleset, kucoba lagi
dan meleset. Kepala penisku sudah masuk dan menyentuh bibir vaginanya.
Bu Mina merintih rintih minta agar aku segera memasukkan penisku.
“Masukkan.. To.. Masukin sekarang!”.
Rupanya
dia tidak sabar lagi. Ia segera menggenggam batang penisku dan
mengarahkan ke vaginanya yang merekah. Begitu seluruh kepala penisku
yang besar sudah menerobos masuk ke bibir vaginanya, ia tersentak dan
menekan pantatku dengan kedua tangannya.
“Dorong To.. Anto dorong kuat-kuat,” desahnya.
Kudorong
pantatku dengan kuat sampai semua batang penisku amblas di dalam liang
guanya. Ia berteriak agak kuat, kututup dengan tanganku. Ia
menggoyangkan kepalanya ke kanan ke kiri dan melakukan gerakan-gerakan
tak beraturan.
“Naikkan sedikit lebih ke atas dan turunkan lagi,” desisnya.
Kuangkat
pantatku sedikit naik dan tangannya kemudian memegang pinggangku untuk
membantuku melakukan gerakan memompa. Gesekan kulit penisku dengan
dinding vaginanya membuat aku mendesis nikmat. Kucium dadanya dan
kugigit sampai merah. Ia sudah tidak peduli lagi dengan aksiku, hanya
aku saja yang menjaga agar cupangku tidak sampai pada bagian tubuh di
luar baju, kelihatan orang nantinya.
Kini aku sudah bisa
menikmati dan melakukan gerakan memompa dengan terkendali. Payudaranya
kukulum sampai setengahnya dan putingnya kugigit kecil. Kepalanya
tersentak menengadah sehingga lehernya yang jenjang terlihat semakin
menggairahkan. Kalau mulutku di payudaranya, maka tanganku mengusap pipi
dan lehernya, jika mulutku ada di lehernya maka tanganku meremas
payudaranya. Ia mengimbangi dengan menggerakkan pinggulnya memutar
sehingga penisku terasa seperti tersedot suatu pusaran arus yang kuat.
Kutambah
kecepatan permainanku karena akupun merasa sudah mendekati saat-saat
terakhir menggapai puncak. Kurasakan darah mengalir deras ke penisku.
Kugoyang, kugenjot dan kugoyang terus. Putaran pinggulnya juga
dipercepat. Tubuh kami saling merapat. Akhirnya kusemburkan spermaku ke
dalam vagina Bu Mina dengan menekan pantatku kuat-kuat sampai menyentuh
dinding rahimnya.
“Ouhh Bu Mina.. Oouhh!!”
“To.. Anto.. Tahan sebentar..” Kurasakan dinding rahimnya berdenyut-denyut.
“Sekarang To.. Sekarang ayo tusukkhh!!”
Aku
mencapai puncak kenikmatan terlebih dulu dan dalam hitungan sepersekian
detik Bu Minapun kemudian mendapatkan orgasmenya. Kulihat ia akan
berteriak dan kusumbat dengan mulutku karena akupun rasanya juga akan
berteriak sambil memperketat pelukanku. Penisku terus berdenyut-denyut
dan kurasakan dinding vaginanyapun juga berdenyut. Kedua kakinya
terangkat ke atas dan bergerak-gerak seperti mengayuh sepeda.
Semenit berikutnya kami berpagut mesra. Hingga akhirnya ia mendorong tubuhku ke samping.
“Kamu pintar sekali,” katanya sambil mencubit lenganku.
Akhirnya
menjelang sore kami check out dan pulang, sampai di rumah kurang lebih
jam lima sore. Kami berjanji tiga hari kemudian untuk berkencan lagi di
Kaliurang.
Tiga hari seperti yang dijanjikan pagi-pagi kami sudah
ada dalam sebuah kamar di Kaliurang. Kupeluk Bu Mina dari belakang dan
kuusap pinggangnya. Kurapatkan tubuhku ke tubuhnya sehingga kejantananku
menekan belahan pantatnya. Ia mengenakan baju model kebaya warna hijau
dengan kancing di depan dada sampai perut. Celana panjangnya berwarna
hitam.
Sambil kupeluk kubawa ia ke jendela sambil melihat puncak
Gunung Merapi dan Gunung Merbabu di kejauhan. Kucium tengkuknya dan ia
menarik napas panjang..
“Hhmmh.. Anto”.
Ia membalikkan
badannya. Mukanya sedikit mendongak, bibirnya yang merah merekah
setengah terbuka dan semakin mendekat ke bibirku. Kami berciuman dengan
lembut namun penuh gairah. Ia merogoh kantung celananya dan mengambil
sebutir pil, dan menyuruhku untuk meminumnya.
“To ini diminum dulu agar kita bisa bermain sampai sore”.
Kuambil
pil itu dan segera kutelan. Aku sebenarnya tidak terlalu percaya dengan
khasiat obat kuat. Kupikir staminaku masih mampu untuk mencapai tiga
atau empat puncak, bahkan sampai esok pagi rasanya masih mampu. Namun
untuk menyenangkannya dan kupikir tidak ada salahnya untuk mencoba
khasiat obat ini.
Kubuka kancing baju model kebayanya di depan
dadanya dengan gigiku dan kemudian tanganku melanjutkan untuk
membukanya. Dadanya yang terbuka berwarna putih mulus terlihat kontras
dengan bra berwarna merah yang masih menutup payudaranya. Kucium
bahunya, kumainkan tali bra-nya. Ia memelukku dan mengusapkan pipinya di
kepalaku. Mulutnya menjilati lubang telingaku dan membisikkan kata-kata
penuh gairah..
“Ouhh Anto.. Hari ini akan menjadi hari panjang yang melelahkan. Kita akan menikmatinya sepenuhnya.. Ouhh!”
Kucium
dan kugigit bagian dada di antara dua gundukan daging payudaranya.
Kulitnya memerah karena bekas gigitanku tadi. Ia tidak mencegahku untuk
mencupangnya, bahkan ia memintaku untuk melakukannya lagi.
“Anto.. Berikan lagi gigitanmu. Cupang aku.. Aoouhh!”
Kubuka
bajunya kemudian bajuku sendiri dengan posisi tetap berciuman dan
berpelukan. Kudorong tubuhnya ke ranjang dan kutindih tubuhnya. Bibirku
menyusuri bahunya melepas tali bra-nya lewat tangannya bergantian kanan
kiri, kubiarkan bra-nya masih menutup dadanya karena pengait
dipunggungnya belum kubuka. Kembali bahunya yang sudah terbuka kucium
dan kugigit sampai memerah.
Aku bergerak memutar sehingga berada
di belakangnya. Kulepas pengait bra-nya, dan kutarik dengan gigitanku.
Kini dadanya terbuka polos. Dari belakangnya, tanganku meremas pantatnya
dan menciumi punggungnya yang putih. Tanganku meremas buah dadanya yang
kencang. Kuciumi leher dan belakang telinganya, kemudian kugesekkan
pipi kananku ke pipi kirinya.
Sambil kucium punggungnya kini
tanganku melepas celananya dan celana dalamnya sekaligus. Tak lama
celana dan celana dalamkupun sudah melayang. Aku tetap menciuminya
sambil berbaring miring di belakangnya. Kugigit punggungnya dan terus
menyusuri sekujur punggungnya ke bawah. Tanganku mengusap pantatnya dan
buah pantatnya kugigit pelan. Bu Mina menggelinjang.
Ia berbalik
dengan posisi dadanya di depan mukaku. Putingnya yang berwarna coklat
kemerahan digesekkannya di ujung hidungku dan segera kutangkap dengan
bibirku. Mulutku bergerak ke bawah perutnya, ia membuka pahanya agar
memudahkan aksiku. Aku hanya menggesekkan hidungku ke bibir vaginanya.
Aku tidak ingin merangsangnya dengan mulutku. Kepalaku bergerak ke atas
dan menciumi ketiaknya yang terbuka, karena tangannya berada di atas
kepala sambil meremas bantal.
Tamat
Belum ada tanggapan untuk "Bercinta dengan Bu Mina tetanggaku - 2 "
Posting Komentar