Ceritasek5.blogspot.com | Ini adalah kisahku yang lain dengan tetanggaku di kampung. Awalnya waktu
SMA aku sedang memanjat pohon sawo di belakang rumahku untuk mengambil
buahnya. Secara tak sengaja mataku tertuju ke sebuah sumur tetangga yang
tinggi dinding penutup kelilingnya hanya sebatas dada orang dewasa.
Kulihat seorang wanita sedang membuka baju untuk mandi di sana. Tubuhnya
kelihatan putih dan montok. Setelah kuperhatikan dengan cermat ternyata
wanita itu adalah Bu Mina, tetangga selang tiga rumah sebelah barat
dari rumahku. Bu Mina adalah istri muda dari seorang pengusaha angkutan.
Ia membuka toko kelontong di rumahnya.
Aku mencari posisi yang
lebih enak untuk mengintipnya. Kerimbunan daun sawo cukup membantuku
agar tidak kelihatan dari arahnya mandi. Sambil mengintip akupun
berkhayal bersetubuh dengannya. Dari tempatku mengintip dadanya yang
putih dan montok kelihatan jelas sekali. Begitulah kalau aku tidak ada
kegiatan di sore hari maka aku akan memanjat pohon sawo di belakang
rumah dan menunggu Bu Mina mandi.
Bu Mina ini orangnya ramah dan
supel (nantinya baru aku tahu kalau dia memang benar-benar supel alias
suka peler). Kadang kalau aku duduk-duduk di depan tokonya ia menyapaku
duluan. Asalnya sebenarnya dari pelosok, namun tidak kelihatan
kampungan. Kukira nama sebenarnya Minah. Setelah kawin dengan Pak Yos
dipanggil Bu Mina. Umurnya waktu itu kurang lebih tiga puluh tahun.
Badannya sedikit gemuk tapi kulitnya kelihatan kencang. Ia paling sering
pakai kain dan kebaya. Kalau sudah pakai kain dan kebaya, pantatnya
yang besar kelihatan menantang dan bergoyang-goyang kalau sedang
berjalan. Belahan buah dadanya terlihat sangat menggiurkan dan
mengundang lirikan mata laki-laki.
Sampai ketika aku kuliah dan
sedang liburan semester di kampung. Malamnya sekitar jam sembilan malam
aku singgah ke toko Bu Mina untuk membeli sesuatu.
“Eh Mas Anto.
Kapan datangnya dan libur berapa hari? Oleh-olehnya mana?” ia
memberondongku dengan sejumlah pertanyaan. Tangannya diulurkan dan tentu
saja kusambut dengan hangat.
“Tadi siang, dua minggu, pakaian kotor. Ibu mau?” jawabku taktis dan efisien menjawab semua pertanyaannya.
“Ihh.. Masa sih pacarnya kok cuma dibawain pakaian kotor,” katanya menggodaku.
Dadaku berdesir. Pacarnya?
“Beli apa Mas?”
“Enngghh, beli sabun dan shampoo”.
“Lho belum mandi toh?”
“Sudah, untuk besok pagi”.
“Lho baru datang tadi, besok pagi kok sudah mandi basah,” godanya makin berani.
“Ya,
siapa tahu nanti malam mimpi basah, jadi paginya mandi basah,” kataku.
Kepalang basah kubalas godaannya tadi. Pokoknya basah.. Sah.. Sah.
Bu
Mina masuk ke dalam tokonya. Pantatnya masih saja kelihatan besar dan
padat di balik dasternya. Aku mengikutinya, sambil melihat-lihat
barangkali ada barang lain yang tiba-tiba teringat untuk kubeli.
“Ini sabun dan ini shampoonya. Eh nanti malam mimpi basah sama saya saja ya!” katanya berbisik sambil tersenyum.
Kalau
begini caranya nanti malam aku bisa benar-benar mimpi basah. Aku hanya
diam saja dan menerima sabun dan shampoo tadi. Ketika memberikan
belanjaanku ia seolah-olah memalingkan mukanya ke arah TV dan seperti
tanpa sengaja telapak tangannya mengusap lenganku.
“Eh maaf Mas. Habisnya acara di TV bikin penasaran saja”.
“Berapa Bu semuanya?” tanyaku sambil mengangsurkan selembar uang dua puluh ribuan.
“Ah, nggak usah Mas. Lagian uangnya besar begini nggak ada kembaliannya”. Ia menolak uangku. Aku jadi tidak enak.
“Ya sudah Bu, saya utang dulu. Besok saja sekalian saya bayar” kataku.
“Bayar pakai yang lain saja gimana Mas?”
Aku
garuk-garuk kepala kebingungan sambil meninggalkan tokonya. Karena
masih lelah aku segera tertidur dan bangun agak kesiangan. Adik kecilku
berdiri tegak, pertanda metabolisme dan kondisi tubuh masih fit.
Setelah
menyelesaikan ritual pagi hari, 3M, mandi, modol dan makan, aku berniat
untuk jalan-jalan ke tempat Tina teman masa SD-ku (Aku Oase Para Wanita
Bersuami 5: Tina). Kali-kali aja aku dapat jatah untuk sekedar kissing,
necking dan petting. Tapi tiba-tiba aku ingat dari informasi yang
kudapat tadi malam Tina sedang ke luar kota. Akhirnya kuputuskan untuk
jalan-jalan ke pasar saja.
Sampai di pasar aku berputar-putar di los pakaian. Aku terkejut ketika tiba-tiba pundakku ditepuk dari belakang.
“Cari apa Mas Anto?”
Aku
menoleh ke belakang dan ternyata Bu Mina yang ada di belakangku. Ia
mengenakan blouse putih tipis dengan celana panjang warna biru. BH-nya
yang juga berwarna biru membayang di balik baju tipisnya.
“Ibu
bikin kaget saja. Tadinya pengen beli tas tapi nggak ada yang cocok.
Maksudnya nggak ada yang cocok harganya, kalau modelnya sih banyak yang
cocok,” kataku.
“Oh gitu. Gimana kalau kita jalan-jalan ke Malioboro
atau Shoping Centre kali-kali aja ada yang cocok. Kebetulan aku juga
lagi cari kain batik untuk Bapaknya. Ayolah mumpung masih pagi,” katanya
sambil menarik tanganku. Aku tak bisa menolaknya.
Dua jam
kemudian kami tiba di Jalan Malioboro. Kami masuk ke sebuah toko dan
melihat-lihat tas pakaian. Harganya memang murah dan modelnya bagus.
Cuma aku memang tadinya juga cuma mau lihat-lihat saja, belum mau beli.
Ketika
masuk ke dalam toko kain, Bu Mina menggandeng lenganku dengan mesra.
Aku jadi agak jengah juga. Akhirnya Bu Mina membeli dua potong kain
batik. Satu untuk suaminya dan satu lagi untukku. Setelah itu kami
makan.
Selesai makan aku sudah bersiap untuk pulang, tapi Bu Mina masih saja duduk di kursinya. Ia menatapku sambil tersenyum.
“Eh, ngomong-ngomong tadi pagi jadi keramas nih?” ia mulai menggodaku lagi.
“Iya,” jawabku singkat.
“Kalau.. Mmhh siang-siang gini keramas lagi mau nggak?” tanyanya sambil memegang telapak tanganku.
“Kalau tadi malam kamu mimpi basah, sekarang ngerasain yang sebenarnya mau nggak?” sambungnya.
Aku
hampir terjatuh dari kursiku. Sebenarnya tentu saja inilah yang
kuharapkan, tapi untuk membuatnya penasaran aku hanya berdiam saja.
“Ayolah!” rayunya.
Akhirnya
aku berdiri dan berjalan keluar dari restoran. Bu Mina memegang
tanganku dan menarikku berjalan ke arah sebuah becak yang sedang
mangkal.
“Pasar Kembang, Pak!” katanya pada tukang becak.
“Kenapa nggak ke Kaliurang saja,” protesku.
“Kejauhan, waktu kita sedikit,” jawabnya pasti.
Sampai
di depan sebuah hotel yang cukup bagus di dekat pintu belakang Stasiun
Tugu ia memberi kode kepada tukang becak untuk menepi.
Kami
segera masuk ke dalam hotel. Setelah menyelesaikan urusan di resepsionis
kami masuk ke dalam kamar. Sebuah kamar yang lumayan bagus dengan
sebuah ranjang besar yang empuk. Lantainya dilapis dengan permadani yang
agak tebal.
Begitu pintu kamar tertutup, Bu Mina langsung
memelukku. Bu Mina menyapukan bibirnya ke bibirku dengan lembut. Aku
belum membalasnya. Ia kemudian mengulangi dan melumat bibirku. Terasa
lembut dan nikmat sekali bibirnya. Lama kelamaan ciumanku berubah
menjadi lumatan ganas.
Lidahnya mendorong lidahku dan menyelusuri
langit-langit mulutku. Aku membalasnya, kudorong lidahnya, dia menyedot
lidahku. Rupanya Bu Mina sangat lihai dalam berciuman. Kadang kepalanya
dimiringkan sehingga mulut kami bisa saling menyedot. Suara kecipak
perpaduan bibir kami mulai terdengar.
“Lepas bajunya dulu, To!” ia menyuruhku.
Kulepas
baju, celana panjang dan sekaligus celana dalamku dalam sekali gerakan.
Dadaku yang bidang dan berbulu lebat membuatnya berdecak kagum.
Kejantananku langsung mencuat keluar dan perlahan-lahan terancung dalam
kondisi lurus, bahkan sedikit mengacung ke atas.
Kepala penisku
kelihatan kemerahan dan mengkilat karena dari lubangnya sudah mulai
keluar cairan bening agak kental dan lengket. Diusapnya lubang
kejantananku dengan ibu jarinya dan diratakannya cairan bening yang
keluar tadi di atas kepalanya sehingga kini semakin mengkilat.
Diusap-usapnya kepala penisku sampai membesar maksimal.
Bu Mina
melepaskan pelukannya. Dengan gerakan pelan dan gemulai ia melepas blus,
celana panjang dan akhirnya celana dalamnya. Tangannya membuka kancing
bra-nya dan sebentar ia sudah dalam keadaan bugil. Tubuhnya yang montok
dengan sedikit lemak di bagian perutnya. Gunung kembarnya dengan
puncaknya yang kemerahan yang menggantung bebas. Kini kami berdua
sama-sama dalam keadaan polos tanpa selembar benang pun. Selang beberapa
menit kemudian Bu Mina berkata di telingaku dengan lirih..
“Kita ke ranjang.. Sa.. Yang..”.
Aku
langsung menyergapnya dan mengulum bibirnya, dan dia membalasnya dengan
sangat liar, kemudian aku merasa penisku semakin tegak dan terasa lebih
keras dari biasanya. Aku berbaring di ranjang dan Bu Mina merangkak di
atasku. Dadanya disodorkan ke mulutku dan dengan rakus kusedot dan
kujilati buah dadanya. Tangan dan mulutnya menarik-narik bulu dadaku
dengan lembut. Sekali waktu dia menarik dengan keras. Aku terpekik..
“Ouuw.. Sakit Bu..”.
“Aku gemas melihat dadamu”.
Dia
terus memintaku meremas-remas payudaranya dan menghisap putingnya
secara bergantian. Lalu dia mulai menjilati tubuhku dari mulai leher
perlahan-lahan turun kebawah dan berhenti disekitar paha. Dia juga
menjilati biji zakarku.
“Agh.. Ugh.. Ouhh.. Enak Bu.. Ugh..!!” desahku.
Bu
Mina menggigit pahaku di bagian dalam dekat pangkal paha seolah-olah
mengingatkan ini bukanlah sekedar mimpi basah tetapi kenyataan yang
benar-benar sedang terjadi. Bu Mina terus melanjutkan aksinya, kini dia
jongkok di atas pahaku.
Tangannya meremas kejantananku dan
menggoyangkannya sebentar. Digesekkannya kepala kejantananku pada bibir
vaginanya, kemudian ia menurunkan pantatnya. Kepalaku sudah tertelan
dalam vaginanya. Terasa vaginanya berair. Dengan pelan pantatnya
bergerak turun sambil memutar-mutar. Kejantananku terasa ngilu
dibuatnya.
“Ibu masukin ya. Ayo To..!! Angkat ke atas..,.. Tunggu sebentar!” ia memberi komando.
Diganjalnya
pantatku dengan bantal, kuangkat pantatku sedikit untuk memudahkannya
mengganjal pantatku dan kemudian pantatnya semakin turun. Dan dengan
perlahan penisku masuk ke dalam sebuah lorong hangat. Aku merasakan
penisku dihimpit oleh benda hangat, basah dan berdenyut, sebuah sensasi
kenikmatan yang sangat luar biasa.
“Agh.. Auw.. Ooh.. Nikmat sekali, To!!” rintihnya terbata bata.
Kugerakkan
pinggulku memutar berlawanan arah dengan gerakan pingulnya. Dibenamkam
penisku dalam dalam sampai terasa tidak bisa masuk lebih dalam lagi, dan
Bu Mina menjerit. Tangannya memainkan putingku dan sesekali menjilat
dan mengisapnya. Aku menggigit bibir menahan rangsangan. Dia terus
menggoyangkan pinggulnya dengan teratur dan makin lama makin cepat.
“Ouchh.. Agh.. Ugh.. Oo.. Yes..!!” desisnya terdengar berulang-ulang.
Belum ada tanggapan untuk "Bercinta dengan Bu Mina tetanggaku 1"
Posting Komentar