Ceritasek5.blogspot.com | Mulut liang peranakan ibunya terasa sempit sekali, tapi karena adanya
lendir yang sudah keluar tadi membuatnya agak licin. Dengan mendorong
pantatnya kuat-kuat, sebagian kepala penisnya berhasil masuk dijepit
mulut vagina yang kelihatan rapat tersebut. Rudi merasakan agak sedikit
pegal di kepala penisnya karena jepitan kuat muulut vagina. Sementara
ibunya mulai memperlihatkan kesadaran dari tidurnya. Sebelum ibunya
benar-benar terjaga, Rudi menekankan kuat-kuat pinggulnya ke arah
selangkangan ibunya sambil merebahkan diri diatas tubuh bugil ibunya.
Kemaluannya dengan cepat menerobos masuk dengan cepat ke dalam lubang
yang relatif sempit itu. Bunyi "Prrtt.." nampak keras terdengar ketika
penis besar Rudi menggesek permukaan liang senggama ibunya. Bu Ambar
segera terjaga ketika menyadari tubuhnya terasa berat ditindih tubuh
besar dan kekar anaknya. Sementara itu kemaluannya juga agak nyeri dan
seperi mau robek karena dorongan paksa benda bulat panjang yang yang
sangat besar. Ia merasa selangkangannya seperti terbelah oleh benda
hangat dan berdenyut-denyut itu. Perutnya agak mulas karena sodokan
keras benda itu. Liang peranakannya terasa mau jebol karena memuat
secara paksa benda besar yang terasa sampai masuk rahimnya itu.
Ketika didapatinya anaknya yang melakukan ini semua terperanjatlah Bu
Ambar. Secar··············erusaha mendorong tubuh kekar
anaknya yang mendekap erat di atas tubuhnya yang tanpa busana lagi.
Kakinya menjejak-jejak kasur dan pinggulnya ia goyang-goyangkan dan
hentak-hentakkan untuk melepaskan kemaluannya dari benda sebesar knalpot
motor. Tapi Rudi makin merasa keenakan dengan gerakan meronta-ronta
ibunya itu karena penisnya menjadi ikut terguncang-guncang di dalam
liang peranakan. Ia merasakan liang itu terasa sangat hangat dan
berdenyut-denyut memijit kemaluannya. Tubuh montok ibunya yang didekap
erat terasa hangat dan empuk.
"Rud apa yang kamu lakukan pada Ibu, lepaskan, lepaskan..!" teriak
ibunya pelan karena takut membangunkan Mbok Inah sambil tetap
menggeliat-geliatkan tubuh montoknya berusaha melepaskan diri.
"Bu, Rudi ingin dikelonin kayak dulu lagi," Rudi merengek sambil makin menekan tubuh polos ibunya.
"Rud. Ini nggak boleh Rud. Aku kan ibumu, nak," kata ibunya yang kini sudah mulai mengendurkan perlawanannya yang sia-sia.
Posisinya memang sudah kalah. Tubuhnya sudah ditelanjangi, didekap kuat
serta kakinya mengangkang lebar sehinnga selangkangannya terkunci oleh
benda besar irtu.
"Bu, Rudi pokoknya ingin dikelonin Ibu. Kalau nggak mau berarti Ibu
nggak sayang lagi sama Rudi. Rudi mau cari pelacur saja di pinggir
jalan," sahut Rudi dengan nada keras.
"Jangan, Rudi nggak boleh beginian dengan wanita nakal. Nanti kalau
kena penyakit kotor, Ibu yang sedih," kata ibunya pelan sambil mengusap
rambut Rudi perlahan.
"Ya, sudah karena sudah terlanjur malam ini, Rudi Ibu kelonin. Tapi
jangan beritahu Bapakmu, nanti ia bisa marah-marah," sambung ibunya
pelan sambil tersenyum penuh kasih sayang.
"Jadi Rudi boleh, Bu. Terima ksih Ya, Bu. Rudi sayang sekali sama Ibu," kata Rudi sambil mengecup pipi ibunya.
"Iya, Ibu juga sayang sekali sama Rudi. Makanya Rudi boleh sesukanya
melakukan apapun pada Ibu. Yang penting Rudi nggak mengumbar nafsu ke
mana-mana. Janji, ya Rud," kata ibunya.
"Iya Bu, Rudi juga nggak mau sama yang lain karena nggak ada yang
secantik dan sesayang Ibu," kata Rudi dengan mengendorkan dekapan
kuatnya sehingga kini ibunya tidak merasa terlalu berat lagi menahan
beban tubuhnya yang sudah berat itu.
"Tapi Rudi harus melakukannya dengan pelan. Sebab punya Rudi terlalu
besar, tidak seperti biasanya yang sering Bapakmu masukkan ke dalam
punya ibu," kata Bu Ambar meminta pengertian Rudi.
Memang postur tubuh Rudi mengikuti garis keturunan Bu Ambar, tidak seperti bapaknya yang pendek dan kecil.
"Sudah, sekarang punya Rudi digerakkan pelan-pelan naik-turun. Tapi
pelan ya Rud!" perintah ibunya lembut pada Rudi sambil membelai-belai
rambut anaknya penuh kasih sayang.
Kini Rudi mulai menggerak-gerakkan penisnya naik-turun perlahan di
dalam liang sempit yang hangat itu. Liang itu berdenyut-denyut, seperti
mau melumat kemaluannya. Rasanya nikmat sekali. Kini mulutnya ia
dekatkan ke mulut ibunya. Mereka pun berciuman mesra sekali, saling
menggigit bibir, berukar ludah dan mempermainkan lidah di dalam mulut
yang lain. Tangan Rudi mulai menggerayangi payudara putih mulus yang
sudah mengeras bertambah liat itu. Diremas-remasnya perlahan, sambil
sesekali dipiojit-pijitnya bagian puting susu tang sudah mencuat ke
atas. Tangan Bu Ambar membelai-belai kepala anaknya dengan lembut.
Pinggulnya yang besar ia goyang-goyangkan agar anaknya merasakan
kenikmatan di dalam selangkangannya. Sementara vaginanya mulai
berlendir lagi dan gesekan alat kelamin ibu dan anak itu menimbulkan
bunyi yang seret-seret basah. "Prrtt.. prrtt.. prrtt.. ssrrtt.. srrtt..
srrtt.. pprtt.. prrtt.."
Penis besar anaknya memang terasa sekali, membuat kemaluannya seperti
mau robek. Vaginanya menjadi membengkak besar kemerah-merahan seperti
baru melahirkan. Membuat syaraf-syaraf di dalam liang senggamanya
menjadi sangat sensirif terhadap sodokan kepala penis anaknya. Sodokan
kepala penis itu terasa mau membelah bagian selangkangannya. Belum lagi
urat-urat besar seperti cacing yang menonjol di sekeliling batang
kemaluan anaknya membuat Bu Ambar merasakan nikmat. Meski agak pegal
dan nyeri tapi rasa enak di kemaluannya lebih besar. Ia merasakan
seperti saat malam pertama. Agak sakit tapi enak. Lendirnya kini makin
banyak keluar membanjiri kemaluannya, karena rangsangan hebat pada Bu
Ambar. Ketika Rudi membenamkan seluruh batang kemaluannya, Bu Ambar
merasakan seperti benda besar dan hangat berdenyut-denyut itu masuk ke
rahimnya. Perutnya kini sudah bisa menyesuaikan diri tidak mulas lagi
ketika saat pertama tadi anaknya menyodok-nyodokkan penisnya dengan
keras.
Bu Ambar kini mulai menuju puncak orgasme. Vaginanya mulai
menjepit-jepit dengan kuat penis anaknya. Kakinya diangkatnya menjepit
kuat pinggang anaknya dan tangannya menjambak-jambak rambur Aanaknya.
Dengan beberapa hentakan keras pinggulnya, muncratlah air maninya dalam
lubang kemaluannya menyiram dan mengguyur kemaluan anaknya. Setelah
itu Bu Ambar terkulai lemas di bawah tubuh berat anaknya. Kakinya
mengangkang lebar lagi pasrah menerima tusukan-tusukan kemaluan Rudi
yang semakin cepat. Tangannya menelentang, memperlihatkan bulu
ketiaknya yang tumbuh subur lebat dan panjang. Mengetahui hal itu Rudi
melepaskan kulumannya pada mulut ibunya agar ia bisa bernafas lega. Bu
Ambar tampak terengah-engah seperti baru lari maraton. "Ibu sudah tua,
Rud. Nggak kayak dulu lagi bisa tahan sampai lama. Tenaga dan kondisi
fisik Ibu tidak sekuat dulu lagi. Jadi, Ibu tidak bisa mengimbangi
kamu," bisik ibunya sambil mengatur napas. Keringat Bu Ambar nampak
bercucuran dari sekujur tubuhnya membuat hawa semakin hangat.
Tanpa merasa lelah Rudi terus memacu penisnya dan sesekali
menggoyang-goyangkan pinggulnya. Sepertinya ia ingin mengorek-ngorek
setiap sudut jalan bayi yang dulu dilaluinya. Suara bunyi becek makin
keras terdengar karena liang itu kini sudah dibanjiri lendir kental
yang membuatnya agak lebih licin. Bu Ambar mulai merasakan pegal lagi
di kemaluannya karena gerakan anaknya yang bertambah liar dan kasar.
Tubuhnya ikut terguncang-guncang ketika Rudi menghentak-hentakkan
pinggulnya dengan keras dan cepat. "Plok.. plokk.. ploll.. plookk..
crrpp.. crrpp.. crrpp.. srrpp.. srrpp.." Bunyi keras terdengar dari
persenggamaan ibu anak itu. "Rud pelan, Rud..!" desis ibunya sambil
meringis kesakitan. Kemaluannya terasa nyeri dan pinggulnya pegal
karena agresivitas anaknya yang seperti kuda liar. Rudi yang merasakan
dalam selangkangannya mulai terkumpul "bom" yang mau meledak tidak
menyadari ibunya sudah kewalahan, malahan terus mempercepat gerakannya.
Bu Ambar hanya bisa pasrah membiarkan dirinya diperlakukan seperti itu.
Ia tidak ingin mengganggu kesenangan anaknya. Baginya yang lebih
penting hanyalah bisa memberikan tempat penyaluran kebutuhan biologis
yang aman dan nyaman untuk anak yang disayanginya. Kakinya
menjejak-jejak kasur dan pinggulnya yang besar disentak-sentakkannya
perlahan untuk mengimbangi rasa nyeri dan pegal. Napasnya
mendesah-desah seperti orang kepanasan habis makan cabai dan tangannya
menjambak rambut anaknya. Kini Rudi sudah mencapai orgasme. Dipagutnya
leher jenjang ibunya dan ditekankannya badannya kuat-kuat sambil
menghentakkan pinggulnya keras berkali-kali membuat tubuh ibunya ikut
terdorong. Muncratlah air mani dari penisnya mengguyur rahim dan
kemaluan ibunya. Karena banyaknya sampai-sampai ada yang keluar
membasahi permukaan sprei.
Sementara Bu Ambar merasakan tulang-tulang di daerah pinggulnya seperti
rontok, karena sodokan bertenaga dari anaknya. Tapi ia bahagia karena
anaknya bisa mendapatkan kepuasan dari tubuhnya yang sebenarnya sudah
tua. Rudi akhirnya terbujur lemas di atas tubuh ibunya dengan keringat
bercucuran membasahi tubuh keduanya. Dikecupnya lembut bibir ibunya.
"Bu, terima kasih, yaa. Rudi sayang sekali dengan Ibu," bisik Rudi
terengah-engah mengatur napasnya kembali. "Ibu juga, sayang," desah Bu
Ambar pelan sambil membelai rambut anak semata wayangnya.
Belum ada tanggapan untuk "Gairah Ibu dan Anak 2"
Posting Komentar